Tidak banyak pahlawan perempuan Indonesia yang tercatat dalam buku sejarah. Salah satu yang menginspirasi dan berjasa terutama dalam mengangkat harkat dan derajat kaum perempuan adalah R.A Kartini. Oleh karena itu, setiap tanggal 21 April selalu diperingati sebagai hari Kartini untuk mengenang hari kelahiran Kartini pada 21 April 1879.
Kartini dikenal sebagai perempuan yang mendobrak tradisi di jamannya, dimana kaum perempuan tidak diperkenankan untuk mendapatkan pendidikan yang diharapkannya. Kartini beruntung terlahir dari keluarga bangsawan, Bupati Jepara R.M. Sosrodiningrat. Oleh karenanya, Ia berkesempatan untuk mendapatkan pendidikan sekolah dasar eropa atau Europesche Lagere School (ELS).
Kartini kerap berkirim surat dengan sejumlah orang di Belanda. Salah satu surat menyebut bagaimana putri bangsawan dan Bupati Jepara, Jawa Tengah ini ingin bersekolah lebih lanjut dan belajar bahasa asing untuk mempelajari pemikiran baru.
Salah satunya seperti yang diterjemahkan Armijn Pane dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang:
“Kami, gadis-gadis masih terantai kepada adat istiadat lama, hanya sedikitlah memperoleh bahagia dari kemajian pengajaran itu. Kami anak perempuan pergi belajar ke sekolah, keluar rumah tiap-tiap hari, demikian itu saja sudah dikatakan amat melanggar adat.” (Surat kepada Nona Zeehandelaar, Jepara, 25 Mei 1899)
“Saya tiada tahu berbahasa Prancis, Inggris, dan Jerman, sayang! –Adat sekali-kali tiada mengizinkan kami anak gadis tahu berbahasa asing banyak-banyak–kami tahu berbahasa Belanda saja, sudah melampaui garis namanya. Dengan seluruh jiwa saya, saya ingin pandai berbahasa yang lain-lain itu, bukan karena ingin akan pandai bercakap-cakap dalam bahasa itu, melainkan supaya dapat membaca buah pikiran penulis-penulis bangsa asing itu.” (Surat kepada Nona Zeehandelaar, Jepara, 25 Mei 1899)
“Tentang putri Hindia yang gagah berani ini telah banyak kami dengar. Saya masih bersekolah, ketika pertama kali mendengar tentang perempuan yang berani itu. Aduhai? Saya masih ingat betul: saya masih sangat muda, anak berumur 10 atau 11 tahun, ketika dengan semangat menyala-nyala saya membaca dia di surat kabar. Saya gemetar karena gembira: jadi bukan hanya untuk perempuan berkulit putih saja ada kemungkinan untuk merebut kehidupan bebas bagi dirinya! Perempuan Hindia berkulit hitam, jika bisa membebaskan, memerdekakan diri.” (Surat kepada Nyonya Van Kol, tentang pejuang wanita dari India Pundita Ramambai).
Beberapa kumpulan surat-surat Kartini tersebut dibukukan oleh J.H. Abendanon yang berjudul Door Duisternis tot Licht ke dalam berbagai bahasa. Hal ini disampaikan Kepala Museum Kebangkitan Nasional 2016 R. Tjahjopurnomo dalam buku Sisi Lain Kartini yang diterbitkan Museum Kebangkitan Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI.